Selasa, 15 Mei 2012

KAJIAN DOSA-DOSA YANG KINI DIANGGAP “BIASA”


KAJIAN DOSA-DOSA YANG KINI DIANGGAP “BIASA”

1. Riya’ Dalam Beribadah

Di antara syarat diterimanya amal shalih adalah bersih dari riya’ dan sesuai dengan sunnah. Orang yang melakukan ibadah dengan maksud agar dilihat orang lain maka ia telah terjerumus pada perbuatan syirik kecil, dan amalnya menjadi sia-sia belaka. Misalnya shalat agar dilihat orang lain.
Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apa bila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan Allah. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”.
(QS.4 An Nisaa : 142)

Demikian juga jika ia melakukan suatu amalan dengan tujuan agar diberitakan dan didengar oleh orang lain, ia termasuk syirik kecil. Rasulullah saw memberi peringatan kepada mereka dalam hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas ra :
“Barangsiapa melakukan perbuatan sum’ah, niscaya Allah akan menyebarkan aibnya dan barang siapa melakukan perbuatan riya’ niscaya Allah akan menyebarkan aibnya”.
(HR. Muslim)
Barangsiapa melakukan suatu ibadah tetapi ia melakukannya karena mengharap pujian manusia di samping ridha Allah maka amalannya menjadi sia-sia belaka, seperti disebutkan dalam hadits qudsi :
“Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik, barangsiapa melakukan suatu amal dengan dicampuri perbuatan syirik kepadaKu, niscaya Aku tinggalkan dia dan (tidak aku terima) amal syiriknya”.
(HR. Muslim. Hadits no : 2985)

Barangsiapa melakukan suatu amal shalih, tiba-tiba terdetik dalam hatinya perasaan riya’, tetapi ia membenci perasaan tersebut berusaha melawan dan menyingkirkannya maka amalannya tetap sah. Berbeda halnya jika ia hanya diam dengan timbulnya perasaan riya’ tersebut, tidak berusaha menyingkirkan bahkan malah menikmatinya maka menurut sebagian besar ulama, amal yang dilakukannya menjadi batal dan sia-sia.

2. Thiyarah

Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja. Allah SWT berfirman :
“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata : Ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya”.
(QS.7 Al A’raf : 131)

Dahulu diantara tradisi orang Arab adalah jika salah seorang mereka hendak melakukan suatu pekerjaan, bepergian misalnya maka mereka meramal peruntungannya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika burung itu terbang kearah kanan maka ia optimis sehingga melangsungkan pekerjaannya, sebaliknya, jika burung itu terbang ke arah kiri maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya.

Oleh Nabi Muhammad saw hukum perbuatan tersebut diterangkan dalam sabdanya : “Thiyarah adalah syirik”
Termasuk dalam kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan–bulan tertentu.
Seperti tidak mau melakukan pernikahan pada bulan shafar.
Juga kepercayaan bahwa hari rabu yang jatuh pada akhir setiap bulan membawa kerugian terus menerus.
Termasuk juga merasa sial dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat.
Misalnya, jika ia pergi membuka tokonya lalu di jalan melihat orang buta sebelah matanya, serta merta ia merasa bernasib sial sehingga mengurungkan niat membuka toko.
Juga berbagai kepercayaan yang semisalnya.

Semua hal di atas hukumnya haram dan termasuk syirik. Rasulullah saw berlepas diri dari mereka. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imran bin Hushain :
“Tidak termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal atau meminta diramalkan (dan saya kira juga bersabda) dan yang menyihir atau yang meminta disihirkan.”
[HR. Thabrani].

Merasa pesimis atau bernasib sial termasuk salah satu tabiat jiwa manusia. Suatu saat, perasaan itu menekan begitu kuat dan pada saat yang lain melemah. Penawarnya yang paling ampuh adalah tawakkal kepada Allah.

Ibnu Masud Radhiallahu’anhu berkata :
“Dan tiada seorangpun di antara kita kecuali telah terjadi dalam jiwanya sesuatu dari hal ini, hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal (kepadaNya).”
[ HR.Abu Dawud ]

3. TIDAK THUMA’NINAH DALAM SHALAT

Di antara kejahatan pencurian terbesar adalah pencurian dalam shalat. Sabda Rasulullah saw
“Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya, mereka bertanya : “ bagaimana ia mencuri dalam shalatnya? Beliau menjawab : (Ia) tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.”
[HR. Imam Ahmad]

Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya anggota-anggota badan. Para Ulama memberi batasan minimal dengan lama waktu yang diperlukan ketika membaca tasbih.
Meninggalkan Thuma’ninah, tidak meluruskan dan mendiamkan punggung sesaat ketika ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari ruku’ serta ketika duduk antara dua sujud, semuanya merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin. Bahkan hampir bisa dikatakan, tak ada satu masjid pun kecuali di dalamnya terdapat orang-orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya.
Thuma’ninah adalah rukun shalat, tanpa melakukannya shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat serius. Rasulullah saw bersabda :
“Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud “ (HR. Abu Dawud)
Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran, pelakunya harus dicegah dan diperingatkan akan ancamannya.
Abu Abdillah Al Asy’ari berkata : “ (suatu ketika) Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam shalat bersama shahabatnya kemudian Beliau duduk bersama sekelompok dari mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk dan berdiri menunaikan shalat. Orang itu ruku’ lalu sujud dengan cara mematuk, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam barsabda :
“Apakah kalian menyaksikan orang ini ? barang siapa meninggal dalam keadaan seperti ini (shalatnya) maka dia meninggal dalam keadaan di luar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya sebagaiman burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa cukup (kenyang) dengannya.
[Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya : 1/ 332, lihat pula shifatus shalatin Nabi, Oleh Al Albani hal : 131]

Sujud dengan cara mematuk maksudnya : sujud dengan cara tidak menempelkan hidung dengan lantai, dengan kata lain, sujud itu tidak sempurna, sujud yang sempurna adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas bahwasanya ia mendengar Nabi saw bersabda : “jika seseorang hamba sujud maka ia sujud denga tujuh anggota badan (nya), wajah, dua telapak tangan, dua lutut dan dua telapak kakinya”.
[HR Jamaah, kecuali Bukhari, lihat fiqhus sunnah, sayyid sabiq : 1/ 124]

Zaid bin wahb berkata : Hudzaifah pernah melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, ia lalu berkata : kamu belum shalat, seandainya engkau mati (dengan membawa shalat seperti ini) niscaya engkau mati di luar fitrah (Islam )yang sesuai dengan fitrah diciptakannya Muhammad saw.

Orang yang tidak thuma’ninah dalam shalat, sedang ia mengetahui hukumnya, maka wajib baginya mengulangi shalatnya seketika dan bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thuma’ninah pada masa-masa lalu. Ia tidak wajib mengulangi shalat-shalatnya di masa lalu, berdasarkan hadits : “Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat.”

4. MENDAHULUI IMAM SECARA SENGAJA DALAM SHALAT

Di antara tabiat manusia adalah tergesa-gesa dalam tindakannya, Allah SWT berfirman :
“Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
(QS.17 Al Isra’ : 11)

Nabi Muhammad saw bersabda :
“Pelan-pelan adalah dari Allah, dan tergesa-gesa adalah dari syaitan”
[Hadits riwayat Baihaqi dalam As Sunanul kubra : 10/ 104; dalam As Silsilah As Shahihah hadits no : 1795]

Dalam shalat jamaah, sering orang menyaksikan di kanan kirinya banyak orang yang mendahului imam dalam ruku’ dan sujud takbir perpindahan bahkan hingga mendahului salam imam. Mungkin dengan tak disadari, hal itu juga tarjadi pada dirinya sendiri.

Perbuatan yang barangkali dianggap persoalan remeh oleh sebagian besar umat Islam itu oleh Rasulullah saw diperingatkan dan diancam secara keras, dalam sabdanya :
“Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kapala keledai”
(HR Muslim : 1/320-321)
Jika saja orang yang hendak melakukan shalat dituntut untuk mendatanginya dengan tenang, apalagi dengan shalat itu sendiri.
Tetapi terkadang orang memahami larangan mendahului imam itu dengan harus terlambat dari gerakan imam. Hendaknya dipahami, para fuqaha telah menyebutkan kaidah yang baik dalam masalah ini, yaitu hendaknya makmum segera bergerak ketika imam telah selesai mengucapkan takbir. Ketika imam selesai melafadzkan huruf ( ra’)dari kalimat Allahu Akbar, saat itulah makmum harus segera mengikuti gerak imam, tidak mendahului dari batasan tersebut atau mengakhirkannya. Jika demikian maka batasan itu menjadi jelas.
Dahulu para sahabat Nabi saw sangat berhati–hati sekali untuk tidak mendahului Nabi Muhammad saw. Salah seorang sahabat bernama Al Barra’ Bin Azib ra berkata :
“Sungguh mereka (para shahabat) shalat di belakang Rasulullah saw. Maka, jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, saya tak melihat seorangpun yang membungkukkan punggungnya sehingga Rasulullah saw meletakkan keningnya di atas bumi, lalu orang yang ada di belakangnya bersimpuh sujud (bersamanya)”
(HR Muslim, hadits No : 474)

Ketika Rasulullah saw mulai udzur, dan geraknya tampak pelan, beliau mengingatkan orang-orang yang shalat di belakangnya:
Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah gemuk [lanjut usia], maka janganlah kalian mendahuluiku dalam ruku’ dan sujud …
( HR Baihaqi )
Dalam shalatnya, Imam hendaknya melakukan sunahnya takbir. Yakni sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah ra :
“Bila Rasulullah saw berdiri untuk shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku’ kemudian bertakbir ketika turun (hendak sujud) kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian bertakbir ketika sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, demikian beliau lakukan dalam semua shalatnya sampai selesai dan bertakbir ketika bangkit dari dua (rakaat) setelah duduk (tasyahhud pertama)”

Jika imam menjadikan takbirnya bersamaan dan beriringan dengan gerakannya, sedang makmum memperhatikan ketentuan dan cara mengikuti imam sebagaimana disebutkan di muka maka jamaah shalat tersebut menjadi sempurna.

5. PENOLAKAN ISTRI TERHADAP AJAKAN SUAMI

Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda :
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur (untuk melakukan senggama) ia menolak, sehingga suami marah atasnya maka Malaikat malaknat perempuan itu hingga datang pagi”
(HR Al Bukhari).
Manakala terjadi perselisian dengan suami, banyak perempuan yang menghukum suaminya (menurut dugaannya) dengan menolak melakukan hubungan suami istri. Padahal perbuatan semacam itu bisa mendatangkan masalah yang lebih besar. Misalnya terperosoknya suami pada perbuatan yang haram. Bahkan masalahnya bisa menjadi berbalik sehingga bisa lebih menyusahkan istri; misalnya suami berusaha menikahi perempuan lain.

Karena itu manakala suami memanggil, hendaknya sang istri memenuhi ajakannya. Realisasi dari sabda Rasulullah saw :
“Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur hendaknya ia memenuhi panggilannya, meskipun itu berada di atas sekedup (sesuatu yang diletakkan di atas punggung onta. Digunakan oleh penunggangnya sebagai tempat duduk, berlindung diri dan berteduh).”
(lihat zawaidul Bazzar, 2/181, dalam shahihul jami’, hadits no : 547).

Meski begitu, hendaknya sang suami memperhatikan kondisi istrinya. Misalnya apakah sang istri dalam keadaan sakit, hamil, atau dirundung kesedihan, sehingga tak terjadi perpecahan dan keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.

6. PERMINTAAN AGAR DITALAK SUAMI TANPA SEBAB YANG DIBOLEHKAN SYARA’.

Ketika terjadi percekcokan dengan suami, banyak di antara para istri yang langsung mengambil jalan pintas, yaitu minta cerai. Ada juga perceraian itu disebabkan sang suami tak mampu memberi nafkah seperti yang diinginkan istri.

Padahal, terkadang keputusan itu di ambil hanya pengaruh dari sebagian keluarganya atau tetangga yang memang hendak merusak keluarga orang lain. Bahkan tak jarang yang menantang sang suami dengan kata-kata yang menegangkan urat leher. Misalnya, “kalau kamu memang laki-laki, ceraikan saya !!”
Semua mengetahui, talak melahirkan banyak kerugian besar antara lain terputusnya tali keluarga, lepasnya kendali anak dan terkadang disudahi dengan menyesal pada saat penyesalan tak lagi berguna dan sebagainya.

Dengan akibat-akibat seperti disebutkan di atas, menjadi nyatalah hikmat syariat mengharamkan perbuatan tersebut, dalam sebuah hadits marfu, riwayat Tsauban ra disebutkan :
“siapa saja wanita yang minta diceraikan suaminya tanpa alasan yang dibolehkan maka haram baginya bau surga”
(HR Ahmad: 5/277, dalam shahihul jami’ :2703)
Hadits marfu’ lain riwayat Uqbah bin Amir ra menyebutkan :
“Sesungguhnya wanita-wanita yang melepaskan dirinya dan memberikan harta kepada suaminya agar diceraikan, mereka adalah orang-orang munafik”
(HR Thabrani)
Adapun jika memang ada sebab-sebab yang dibolehkan menurut syara’, seperti suaminya suka meninggalkan shalat, suka minum-minuman keras dan narkotika, atau memaksa istrinya berbuat haram, suka menyiksanya dan menolak memberikan hak-hak istri, tidak mau lagi mendengar nasihat dan tak berguna lagi upaya ishlah (perbaikan) maka tidak mengapa bagi sang istri meminta cerai sehingga ia tetap dapat memelihara diri dan agamanya

7. JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM

Pada zaman sekarang jabat tangan antara laki-laki dengan perempuan hampir sudah menjadi tradisi. Tradisi bejat itu mengalahkan akhlak islami yang semestinya ditegakkan. Bahkan mereka menganggap kebiasaan itu jauh lebih baik dan lebih tinggi nilainya dari pada syariat Allah SWT yang mengharamkannya.
Sehingga jika salah seorang dari mereka kita ajak dialog tentang hukum syariat dengan dalil-dalil yang kuat dan jelas tentu serta merta ia akan menuduh kita dengan sebagai orang kolot, ketinggalan zaman, kaku, sulit beradaptasi, ekstrim, hendak memutuskan tali silaturrahmi, menggoyahkan niat baik ….dan sebagainya.
Seandainya mereka melihat secara jernih dan penuh pengetahuan tentang bahaya persoalan tersebut menurut syara’ tentu mereka tidak akan melakukan hal tersebut.
Rasulullah saw bersabda :
“Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya”
(HR Ath Thabrani).
Kemudian tak diragukan lagi, hal ini termasuk zina tangan sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw :
“Kedua mata berzina, kedua tangan berzina, kedua kaki berzina dan kemaluanpun berzina” (HR. Ahmad).
Dan, adakah orang yang hatinya lebih bersih dari hati Nabi saw ? Namun begitu beliau mengatakan :
“Sesungguhnya aku tidak menyentuh tangan dengan wanita”
(HR Ahmad).
“Sesungguhnya aku tidak menjabat tangan wanita”
(HR Ath Thabrani)
Dan dari Aisyah ra, dia berkata :
“Dan Demi Allah, sungguh tangan Rasulullah saw tidak (pernah) menyentuh tangan perempuan sama sekali, tetapi beliau membaiat mereka dengan perkataan”
(HR Muslim).
Hendaknya takut kepada Allah, orang-orang yang mengancam cerai istrinya yang shalihah karena tidak mau berjabat tangan dengan kolega-koleganya. Perlu juga diketahui, berjabat tangan dengan lawan jenis, meski memakai alas (kaos tangan) hukumnya tetap haram.

8. WANITA KELUAR RUMAH DENGAN MEMAKAI PARFUM SEHINGGA MENGGODA LAKI-LAKI.

Inilah kebiasaan yang menjadi fenomena umum di kalangan wanita. Keluar rumah dengan menggunakan parfum yang wanginya menjelajahi segala ruang. Hal yang menjadikan laki-laki lebih tergoda karena umpan wewangian yang manghampirinya.

Rasulullah saw amat keras mamperingatkan masalah tersebut. Beliau saw bersabda :
“Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka dia seorang pezina”
(HR Ahmad)
sebagian wanita melalaikan dan meremehkan masalah ini, sehingga dengan sembarangan memakai parfum. Tak peduli di sampingnya ada sopir, penjual, saptam, atau orang lain yang tak mustahil akan tergoda.
Dalam masalah ini, syariat Islam amat keras. Perempuan yang telah terlanjur memakai parfum jika hendak keluar rumah ia di wajibkan mandi terlebih dahulu seperti mandi jinabat, meskipun tujuan keluarnya ke masjid. Rasulullah saw bersabda :
“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi jinabat”
(HR Ahmad)
Setelah berbagai peringatan kita sampaikan, akhirnya kita hanya bisa mengadu kepada Allah soal para wanita yang memakai parfum dalam pesta dan berbagai pertemuan yang diselenggarakan. Bahkan parfum yang wanginya menyengat hidung itu tak saja digunakan dalam waktu-waktu khusus, tetapi mereka gunakan di pasar-pasar di kendaraan dan di pertemuan-pertemuan umum hingga di masjid-masjid pada malam-malam bulan suci Ramadhan.
Syariat Islam memberi batasan, parfum wanita muslimah adalah yang tidak tampak warnanya dan tidak keras semerbak wanginya.

♥♥ Wa'llahu Alam Bisowab ♥♥

✿ Semoga Bermanfaat ✿

✿ Jazaakumullahu Khayran wa Barakallahu Fiikum✿ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar